Kisah Lahan Gosong│sebuah daerah di Al Jair Kira-kira 40 km dari Kota San’a Yaman, terdapat sebuah
wilayah terbuka yang dikenal dengan sebutan Ashabul Jannah (Pemilik Kebun). Nama
tempat ini kontras dengan fakta yang terlihat, sebuah hamparan yang terlihat
menghitam menyerupai hamparan batu hitam, tidak satupun pepohonan dapat tumbuh
di kawasan ini. inilah sebuah kawasan yang di kenal dengan tanah gosong.
Luas kawasan ini kira-kira 5 hektar, sejauh mata memandang hampir
semuanya berwarna hitam, tidak ada satupun pepohonan yang tumbuh ; hanya
beberapa rumput liar yang terlihat menyembul dari sela-sela tanah yang telah
gosong ini. saat terlihat masyarakat mulai menyemai tanaman di wilayah ini,
namun tanah yang di gunakan sebenarnya mereka ambil dari tempat lain.
Konon, wilayah ini tidak seperti terlihat sekarang. Lahan
ini dulunya adalah sebuah lahan perkebunan yang subur dan rindang. Hingga Al- Qur’an
menyebutnya dengan sebutan Al-jannah, atau kebun yang rindang. Lalu mengapa
kemudian wilayah ini menjadi wilayah gersang hingga tanahnya menghitam seperti
batu? Al-Qur’an menjelaskan sebagai akibat dari azab Allah SWT, disebabkan
karena si pemilik kebun tidak menunaikan kewajibannya kepada Allah SWT. Sehingga
dengan seketika kebun-kebun yang semulanya hijau dan rindang lenyap berubah
menjadi lahan gosong yang hangus karena terbakar
Kisah Ashabul Jannah
Al Qur’an menyebutkan kisah ini dalam Surat Al Qalam ayat 17
hingga 33. Bukan kisah pembangkangan sebuah kaum atau bangsa, naum kisah
tentang kehidupan sebuah keluarga kaya dan dermawan. Kisah orang tua sholeh
yang memiliki lahan perkebunan yang luas dan sangat subur. Tanamannya sangat
rindang dan asri. Sangat indah dan menyenangkan. Al Qur’an bahkan menyebutnya
dengan Ardhul Jannah atau kebun yang rindang dan indah. Kita tidak bisa
membayangkan seperti apa keindahan, kesuburan dan betapa rindangnya kebun itu, karena
Allah SWT sendiri yang menggambarkan itu semua. Perkebunan ini menghasilkan
buah-buahan yang segar dan ranum. Hasil tanamannya sungguh melimpah.
Orang tua ini memiliki kebiasaan baik dan mulia. Ketika tiba
waktu panen, sepertiga hasilnya digunakan untuk kebutuhan keluarganya.
Sepertiga kedua diinfaqkan kepada fakir miskin. Dan sepertiga lainnya untuk
modal menanam kembali. Orang tua sholeh ini sadar betul bahwa harta hanyalah
titipan Allah SWT dan di dalamnya terdapat bagian orang miskin. Maka, hak
orang-orang miskin, selalu ia dahulukan bahkan sebelum dirinya.
Ktika waktu panen panen tiba, orang tua sholeh ini
menyalakan api di Gunung Dhayim, jauh di seberang kebun, hal ini ia lakukan sebagai tanda untuk
memanggil kaum fakir miskin supaya datang ke perkebunannya untuk mengambil hak
mereka. Karena posisi gunungnya tinggi dan bisa dilihat dari arah manapun,
orang-orang miskin yang melihat tanda itu, berbondong-bondong mendatangi kebun
orang sholeh ini. Hal ini terus dilakukan dengan perasaan suka dan syukur,
sehingga tanamannya bertambah baik dan hasilnya pun semakin melimpah.
Orang tua sholeh ini memiliki lima anak. Empat diantaranya
tidak suka dengan kebiasaan orang tuanya yang selalu menyisihkan hasil panen
kebun untuk fakir miskin. Mereka
menganggap tindakan orangtuanya itu kebodohan. Kita yang lelah bekerja, kenapa
hasilnya diberikan kepada orang lain? Maka setiap kali panen tiba, keempat anak
orang tua ini selalu menggerutu dan tidak senang dengan apa yang dilakukan
orangtuanya. Beda, dengan anak yang satunya lagi. Satu dari lima bersaudara ini
justru bangga dan sangat senang dengan tindakan orangtuanya yang selalu
memberikan hasil panennya pada fakir miskin. Bahkan ia yakin, karena hal inilah
Allah SWT menambah semakin banyak hasil panennya.
Murka Allah SWT
Suatu hari sang ayah yang sholeh ini meninggal dunia.
Innalillahi wa inna ilahi raji’un. Maka kelima anak laki-lakinya ini mewarisi
kebun yang sangat luas dan subur. Kelima anak yang menerima warisan ini pun
membahas pengelolaan kebun. Empat anak yang tidak senang dengan tindakan
orangtua semasa hidup, langsung menyepakati bahwa hasil panen kali ini
semuanya, masuk dalam pundi-pundi keluarga. Tidak ada lagi jatah bagi fakir
miskin. Sementara salah satu saudara mereka yang baik, tetap berpegang teguh
pada kebiasaan orangtuanya, “Kita harus meneruskan kebiasaan baik orangtua kita
agar hartanya tetap berkah dan hasilnya pun melimpah.” Maka perselisihanpun
terjadi. Sampai-sampai keempat saudara yang tidak suka memberi orang fakir
miskin, sepakat untuk membunuh saudara mereka yang tetap berpegang teguh pada
kebiasaan orangtua mereka dulu. Saudara mereka pun menyerah, tak mampu
menghadapi keempat saudaranya.
Ketika masa panen tiba, mereka mencari cara agar orang-orang
miskin tidak datang ke kebun mereka untuk mengambil bagian mereka seperti
kebiasaan sebelumnya. Maka mereka memutuskan untuk memanen kebun di waktu pagi
buta, ketika para fakir miskin masih tidur lelap. Lihatlah rencana makar
mereka, yang akan dilakukan saat semua orang terlelap tidur. Tidak ada yang
melihat dan tidak ada yang mendengar percakapan rahasia mereka. Namun, Allah
SWT Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha Mengetahui apa yang mereka
rencanakan. Maka saat mereka tidur dan siap merencanakan untuk memanen kebun di
pagi-pagi buta, malam itu Allah SWT membinasakan seluruh kebun-kebun mereka.
Kebun yang sangat rindang dengan buah-buahan yang siap petik, terbakar hebat,
tidak ada yang tersisa.
Pada pagi-pagi buta, lima bersaudara ini bangun dan segera
mendatangi kebun mereka untuk panen. Namun saat sampai di kebun, mereka terkejut,
tak ada tumbuhan ataupun tanaman di kebun mereka. Semua buah dan tanaman telah
berubah hangus menghitam. Mereka heran apa yang terjadi. Bahkan mereka mengira
kalau salah mendatangi tempat kebun mereka. Mereka akhirnya tak bisa berbuat
apa-apa, menyesal, menyayangkan.
Mereka berkata, “Aduhai celaka kita, sesungguhnya kita ini
adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Qalam: 31). Begitulah,
orang-orang yang menyesali kehilangan harta. Harta yang sudah di depan mata
akan bisa membuat diri mereka kaya, hanya dalam sekejap, telah sirna.
Al Qur’an tidak menyebutkan kapan peristiwa ini terjadi.
Namun sebuah riwayat menyebutkan, kisah ini terjadi pada umat Nabi Isa a.s.
Kisah ini sangat populer di masa jahiliyah sebelum Islam. Orang-orang Quraisy
Mekkah yang biasa berdagang ke Yaman, selalu melintas di kawasan ini, sehingga
menjadi pelajaran bagi semua orang.
Sumber: Khazanah Trans7 [Syahida.com/ANW]
==
*jika artikel ini bermanfaat, tolong di bagikan^v^!
0 Response to "Kisah Tanah Gosong Dalam Al-Qur'an"
Post a Comment